Selasa, 13 Juni 2017

Kinerja Saham

MENGUKUR KINERJA SAHAM
Mengukur kinerja portofolio adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh para investor sukses. Sayangnya proses ini seringkali tidak kita lakukan, karena banyaknya alasan. Alasan pertama ketidaktahuan teori atau tidak tahu cara mengukur kinerja portofolio. Alasan kedua sudah tahu metodenya tetapi malas melakukannya.
Banyak investor yang secara salah mendasarkan keberhasilan portofolio mereka hanya pada hasil (return). Hanya sedikit yang mempertimbangkan risiko yang mereka ambil untuk mendapatkan hasil  tersebut. Sejak tahun 1960-an, investor telah mengenal bagaimana mengkuantifikasi dan mengukur risiko dengan berbagai variasi hasil tersebut, namun tak ada satu pengukur yang secara khusus memperhitungkan risiko dan hasil secara bersamaan. Di sini, terdapat tiga set perangkat pengukuran kinerja untuk membantu kita dalam mengevaluasi portofolio.

1. Pengukuran Treynor
Jack L. Treynor adalah orang pertama yang menyediakan pengukur komposit kinerja portofolio yang juga memperhitungkan risiko. Tujuan Treynor adalah menemukan ukuran kinerja yang dapat diaplikasikan kepada seluruh investor, tidak mempedulikan preferensi risiko personal. Ia menyarankan bahwa ada komponen risiko, yakni  risiko yang dihasilkan dari fluktuasi di pasar dan risiko yang muncul dari fluktuasi sekuritas individual.

Treynor memperkenalkan konsep garis pasar sekuritas, yang mendefinisikan hubungan antara hasil portofolio dan tingkat hasil pasar, dimana kemiringan garis mengukur volatilitas relatif antara portofolio dan pasar (yang diwakili dengan beta). Koefisien beta secara sederhana mengukur volatilitas saham, portofolio atau pasar itu sendiri. Semakin besar kemiringan garis, semakin baik tradeoff risiko-hasil.
Pengukuran Treynor, juga dikenal sebagai imbalan kepada rasio volatilitas, dapat dengan mudah didefinisikan sebagai: 
(Hasil Portofolio – Tingkat Bebas - Risiko) / Beta



Pembilang mengidentifikasi premium risiko dan denominator berkaitan dengan risiko portofolio. Nilai yang dihasilkan menampilkan hasi portofolio per unit risiko.
Semakin tinggi ukuran Treynor, semakin baik portofolio. Mungkin Anda pernah mengevaluasi manajer portofolio (atau portofolio) hanya berdasarkan kinerja,  dan secara tidak sengaja mengidentifikasi Manajer C memberikan hasil yang terbaik. Kendati demikian, ketika mempertimbangkan risiko yang diambil masing-masing manajer untuk memperoleh hasil mereka masing-masing, Manajer B menunjukkan hasil yang lebih baik. Dalam kasus ini, ketiga manajer itu berkinerja lebih baik daripada pasar agregat.
Karena pengukuran ini hanya memperhitungkan risiko sistematik, maka diasumsikan bahwa investor sudah mempunyai portofolio yang terdiversifikasi dengan baik dan, oleh karena itu, risiko tidak sistematik (atau risio yang dapat didiversifikasi) tidaklah dipertimbangkan. Akibatnya, pengukuran kinerja ini sebaiknya hanya digunakan oleh investor yang memiliki portofolio yang terdiversifikasi.

2. Rasio Sharpe
Rasio Sharpe hampir identik dengan pengukuran Treynor, kecuali bahwa pengukuran risiko adalah standar deviasi portofolio, bukan mempertimbangkan risiko sistematik, yang ditampilkan oleh beta. Pengukuran yang diperkenalkan oleh Bill Sharpe ini, terkait erat dengan pekerjaannya pada model penetapan harga aset modal (capital asset pricing model/CAPM) dan diperjelas dengan menggunakan risiko total untuk membandingkan portofolio terhadap garis pasar modal.
Rasio Sharpe didefinisikan sebagai berikut:
(Hasil Portofolio – Tingkat Bebas Risiko) / Standar Deviasi
Tidak seperti pengukuran Treynor, rasio Sharpe mengevaluasi portofolio manajer berdasarkan tingkat hasil (rate of return) dan diversifikasi (seperti mempertimbangkan risiko portofolio total sebagaimana diukur dengan standar devisiasi pada denominatornya). Oleh karena itu, rasio Sharpe lebih sesuai untuk portofolio yang terdiversifikasi dengan baik, karena lebih akurat memperhitungkan risiko portofolio.

3. Pengukuran Jensen
Seperti pengukuran kinerja yang didiskusikan sebelumnya, pengukuran Jensen juga didasarkan pada CAPM. Dinamakan sesuai pembuatnya, Michael C. Jensen, pengukuran Jensen memperhitungkan kelebihan hasil (excess return) yang diperoleh sebuah portofolio melebihi hasil yang diharapkan. Pengukuran ini juga dikenal sebagai alpha.
Rasio Jensen mengukur seberapa banyak tingkat hasil portofolio ditabalkan pada kemampuan manajer untuk mendapatkan hasil di atas rata-rata. Sebuah portofolio dengan kelebihan hasil yang positif akan mempunyai alpha yang positif, sedangkan portofolio yang secara konsisten memberikan kelebihan hasil yang negatif akan mempunyai alpha yang negatif.

Formulanya dapat dijabarkan sebagai berikut:
Jensen Alpha = Hasil Portofolio – Hasil Portofolio Acuan

Dimana : Acuan Hasil (CAPM) = Tingkat Hasil Bebas Risiko + Beta (Hasil Pasar – Tingkat Hasil Bebas Risiko)

Masing-masing tingkat hasil dan risiko sekuritas (atau portofolio) akan bervariasi sesuai periode waktu. Pengukuran Jensen membutuhkan penggunaan tingkat hasil bebas risiko yang berbeda untuk masing-masing interval waktu yang dipertimbangkan. Oleh karena itu, katakanlah Anda ingin mengevaluasi kinerja fund manager untuk periode lima tahun menggunakan interval tahunan; Anda juga harus menelaah hasil tahunan reksa dana minus tingkat bebas risiko yang sama. Sebaliknya, Treynor dan rasio Sharpe menelaah rata-rata hasil untuk suatu periode total yang dipertimbangkan untuk semua variabel di dalam formula (portofolio, pasar dan aset bebas risiko). Kendati demikian, seperti pengukuran Treynor, variabel alpha pada Jensen memperhitungkan premium risiko dengan terminologi beta (sistematik, risiko tidak terdiversifikasi) dan oleh karena itu mengasumsikan bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik. Oleh karena itu, rasio ini akan memberikan hasil terbaik jika diaplikasikan dengan portofolio terdiversifikasi, seperti reksa dana.